Lahir, Bandar Lampung, Sekolah dan nyantri di Pesantren, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis Puisi.
Perihal Perpanjangan Masa Dinas dan Perluasan Jabatan TNI
Selasa, 18 Maret 2025 14:52 WIB
Perpanjangan masa dinas hingga usia 58 tahun berpotensi menghadirkan transformasi struktural dalam tubuh TNI.
Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) kembali menunjukkan orientasi yang semakin jelas dengan pengaturan baru mengenai batasan masa kerja prajurit. Dalam draf Pasal 53 RUU TNI, terdapat perubahan signifikan di mana usia pensiun prajurit diubah menjadi "paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun". Perubahan ini tidak berdiri sendiri, melainkan hadir bersamaan dengan ketentuan tentang perluasan jabatan yang dapat diduduki oleh prajurit aktif, menciptakan dimensi baru dalam diskursus tentang peran TNI di era reformasi.
Perpanjangan masa dinas hingga usia 58 tahun berpotensi menghadirkan transformasi struktural dalam tubuh TNI. Ketika prajurit dapat bertahan lebih lama dalam status aktif, regenerasi kepemimpinan dan rotasi jabatan strategis akan mengalami perlambatan. Dinamika ini dapat menciptakan stagnasi dalam inovasi dan adaptasi institusional, sementara di sisi lain memberikan kontinuitas kepemimpinan yang lebih panjang. Namun, pertanyaan kritis yang muncul adalah apakah kontinuitas tersebut sejalan dengan kebutuhan adaptasi TNI terhadap tantangan pertahanan kontemporer yang terus berubah.
Perubahan batas usia pensiun ini juga tidak dapat dipisahkan dari dominasi pasal kesejahteraan dalam RUU TNI. Dengan masa dinas yang lebih panjang, prajurit memiliki kesempatan lebih luas untuk meniti karir hingga pangkat yang lebih tinggi, meningkatkan pendapatan, dan memaksimalkan hak-hak kesejahteraan sebelum akhirnya memasuki masa pensiun. Dari perspektif individual, perubahan ini tentu menguntungkan para prajurit. Namun dari perspektif institusional dan kenegaraan, perpanjangan masa dinas ini membawa konsekuensi anggaran yang tidak sedikit, mengingat negara harus menanggung biaya personel aktif untuk periode yang lebih lama.
Aspek yang tidak kalah krusial adalah perluasan jabatan yang dapat diisi oleh prajurit aktif. Ketentuan ini berpotensi memperluas pengaruh militer ke berbagai bidang yang selama ini menjadi domain sipil, sebuah perkembangan yang perlu dicermati dengan seksama dalam konteks konsolidasi demokrasi Indonesia. Apabila tidak diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang kuat, perluasan jabatan ini dapat membuka celah bagi pengaruh militer yang lebih besar dalam proses pengambilan kebijakan publik di berbagai sektor.
Kombinasi antara perpanjangan usia pensiun dan perluasan jabatan yang dapat diduduki prajurit aktif menciptakan formula yang berpotensi menggeser keseimbangan sipil-militer yang telah dibangun dengan susah payah sejak reformasi 1998. Dalam situasi di mana prajurit memiliki waktu lebih lama dalam dinas aktif dan akses yang lebih luas ke berbagai posisi strategis, terdapat risiko terjadinya konsentrasi pengaruh yang bisa mengarah pada praktik-praktik yang mirip dengan dwifungsi dalam bentuk yang berbeda.
Dari perspektif anggaran negara, perpanjangan masa dinas berarti perpanjangan kewajiban finansial terhadap personel aktif. Hal ini tentu berdampak pada alokasi sumber daya yang tersedia untuk modernisasi alutsista dan pengembangan kapabilitas pertahanan lainnya. Pertanyaan yang muncul adalah apakah trade-off ini memberikan nilai tambah bagi efektivitas TNI sebagai alat pertahanan negara, atau justru lebih berfokus pada aspek kesejahteraan individu dengan mengorbankan prioritas institusional yang lebih strategis.
Pada akhirnya, perubahan batasan usia pensiun dan perluasan jabatan dalam RUU TNI perlu dievaluasi tidak hanya dari sudut pandang kesejahteraan prajurit, tetapi juga dari perspektif lebih luas tentang implikasinya terhadap profesionalisme TNI, keseimbangan sipil-militer, dan efisiensi anggaran pertahanan. Reformasi TNI bukanlah proses yang telah selesai, melainkan upaya berkelanjutan untuk membangun institusi pertahanan yang profesional dan selaras dengan prinsip-prinsip demokrasi. Perubahan-perubahan yang diusulkan dalam RUU TNI semestinya memperkuat—bukan menggerus—capaian reformasi tersebut.

Penulis Indonesiana
5 Pengikut
Artikel Terpopuler